Selamat datang bagi teman-teman yang ingin mencari informasi tentang ilmu pengetahuan, renungan harian dan berbagai hal dan juga dapat berbagi hal di sini...!!!

Rabu, 26 Januari 2011

Rantai Cinta

Kadang aku berpikir kalo hidup ini penuh dengan rahasia. Tapi, begitulah kenyataan dunia ini, penuh dengan rahasia. Aku sendiri merasa terhanyut di dalam rahasian itu, rahasia yang membawaku terlibat dalam rentetan cinta. Rentetan cinta yang aku alami ini sangat menyesakkan. aku ingin seseorang yang mau menerima aku apa adanya dan setia ma aku, tapi yang aku dapatkan malah sebaliknya. Tuhan tolong aku dari keterpurukan ini....

Rabu, 12 Januari 2011

Mark 1:40-45   40 Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku."  41 Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: "Aku mau, jadilah engkau tahir."  42 Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir.  43 Segera Ia menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras:  44 "Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapapun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka."  45 Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya kemana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Ia tinggal di luar di tempat-tempat yang sepi; namun orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru. Mark 1:40-45   40 Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku."  41 Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: "Aku mau, jadilah engkau tahir."  42 Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir.  43 Segera Ia menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras:  44 "Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapapun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka."  45 Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya kemana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Ia tinggal di luar di tempat-tempat yang sepi; namun orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru. 

Renungan:

Iman yang menyembuhkan
tema di atas mungkin sangat cocok jika kita kaitkan dengan injil yang disampaikan hari ini kepada kita. injil hari ini menceritakan seorang sakit yang meminta bantuan Yesus untuk menyembuhkannya dengan segera. ini benar-benar merupakan permintaan seorang beriman kepada orang yang diimaninya dengan segala rendah hati. Dia tidak mencoba mengandalkan dirinya sendiri, tetapi sepenuhnya mengandalkan rahmat yang akan diterimanya dari Yesus.
Penyerahan yang teguh merupakan tindakan iman yang sebenarnya. Dengan penyerahan kepada karya penyelamatan Tuhan, setiap orang ditujukan menjadi orang yang benar-benar beriman yang teguh kepada Tuhan. Dengan demikian, Tuhan sendiri yang akan datang kepadanya dan akan menyembuhkan setiap keluh kesahnya.
Marilah kita menjadi sosok yang benar-benar beriman teguh kapada sang Kritus...

Selasa, 11 Januari 2011

Kritus Yang Meyembuhkan

Mark 1:29-39
  29 Sekeluarnya dari rumah ibadat itu Yesus dengan Yakobus dan Yohanes pergi ke rumah Simon dan Andreas.  30 Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. Mereka segera memberitahukan keadaannya kepada Yesus.  31 Ia pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya. Kemudian perempuan itu melayani mereka.  32 Menjelang malam, sesudah matahari terbenam, dibawalah kepada Yesus semua orang yang menderita sakit dan yang kerasukan setan.  33 Maka berkerumunlah seluruh penduduk kota itu di depan pintu.  34 Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan; Ia tidak memperbolehkan setan-setan itu berbicara, sebab mereka mengenal Dia.  35 Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana.  36 Tetapi Simon dan kawan-kawannya menyusul Dia;  37 waktu menemukan Dia mereka berkata: "Semua orang mencari Engkau."  38 Jawab-Nya: "Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang."  39 Lalu pergilah Ia ke seluruh Galilea dan memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat mereka dan mengusir setan-setan.

Renungan:
Pada Injil hari ini, Yesus dikabarkan pergi ke Kapernaum bersama murid-muridNya. Pada suatu kesempatan, mereka mampir di rumah Petrus dan menjumpai ibu Petrus yang sedang sakit. Lalu, Yesus pun menyembuhkan ibu Petrus yang sedang sakit. Kabar itu pun sampai kepada semua orang yang ada di kapernaum dan pada sore itu juga, semua orang sakit dibawa kepada Yesus dan Yesuspun menyembuhkan mereka.

Injil hari ini tidak semata-mata menunjukkan kepada kita bahwa dalam hal mengikuti Yesus, penyembuhan adalah bagian yang paling utama. Injil hari ini menunjukkan bahwa bagian yang paling utama untuk mengikuti Yesus adalah gabaimana beriman kepadaNya dan menuruti semua perintahanya. yang paling utama dalam hal ini adalah 'kasih'. Kasih merupakan pokok utama dalam pengajaran Kristus dan dalam semua karyaNya. Oleh sebab itu, kita sebagai pengikut Kristus juga harus dapa berbuat kasih dalam kehidupan kita setiap hari. Lebih dari itu, kita juga harus yakin akan penyertaan Kristus dalam kehidupan kita sehari-hari. Jadi, jika kita ingin mengikutinya marilah kita percaya bahwa Kristus akan senantiasa menyertai kita dalma pelayanan kita dan hidup kita.


Doa

Ys Yesus Kritsu kami bersyukur buat segala limpahan anugerah yang Engkau brikan kepadaMu, kami mohon agar Engkau selalu memberi kami rahmat untuk mengasihi setiap hari. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Rabu, 05 Januari 2011

Mendaki puncak Kesucian




Langkah … demi … langkah
Tapak … demi … tapak
Awalnya memang begitu indah dan damai
Penuh dengan kesejukan
Tiada satu pun yang menyakitkan
Tiada satu pun yang menyulitkan
Dia begitu kuat mendorongku untuk terus mendakinya

Langkah … demi … langkah
Tapak … demi … tapak
Tiada satu pun yang aneh
Semua berjalan indah dan menyenangkan hati.

Langkah … demi …kangkah
Tapak … demi … tapak
Semakin lama  pendakian semakin melahkan
Ternggorokan kering tak tertahankan
Hatiku haus dan jiwaku berteriak minta disegarkan
Tetapi tiada kudapat kesegaran

Langkah … demi … langkah
Tapak … demi … tapak
Kuberjalan terus,
kucoba untuk menikmati perjalananku
namun tiada lagi keindahan
Aku putus asa, ya aku hampir putus asa

Langkah … demi … langkah
Tapak … demi … tapak
Kuteguhkan hati
Kuyakinkan diri
Ku berharap dan selalu beharap sambil terus melangkah

Langkah … demi … langkah
Tapak … demi … tapak
Wah, akhirnya…
Betapa indahnya ketia aku mulai sampai kepuncak itu
Kepuncak yang begitu indah dan agung
Aku memuji-Nya dan bersyukur atas keindahan ini
Puncak yang penuh dengan keindahan, kedamaian, dan kesejukan
Tiada hentinya kumemujinya

Langkah … demi … langkah
Tapak … demi …tapak
Demikian banyak penghiburan yang aku dapatkan
Begitu banyak keindahan itu
Alih-alih aku lupa turun
Dan aku harus turun untuk memberitakannya kepada yang lain
Ya, aku akan turun dan harus turun.

Langkah … demi … langkah
Tapak … demi … tapak
Aku menuruni bukit itu dengan penuh kegembiraan
Kedamaian pun terus melingkupiku
Aku mengagungkanMu
Aku puji Engkau dengan segala keindahanMu
Tiada lagi yang lain selain hidup di dalam Engkau. Amins

Betlehem


Sunyi . . . senyap . . .
Tak ada suara keramaian!
Tak ada suara pesta !
Semua terasa damai !

Malam . . . gelap . . .
Tak ada siapapun di situ!
Tak tampak adanya kehidupan di tempat itu!
Semuanya kehidupan sepertinya sudah terlelap.

Miskin . . . kecil . . .
Tak ada siapapun yang mau memandangnya!
Tak ada siapapun yang peduli dengannya!
Semua yang ada padanya, tiada berguna bagi orang lain.

Lupakah mereka  . . .
dengan apa yang dikatakan oleh kitab suci?

Lupakah mereka . . .
bahwa sesuatu yang besar akan datang dari padanya?

Lupakah mereka. . .
 bahwa semuanya itu telah dituliskan
dan diwartakan oleh para nabi?

Betlehem . . . oh, Betlehem . . .
Betapapun kecil engkau,
akan tetapi sesuatu yang besar akan datang dari padamu
dan sekarang telah datang
Lihatlah, Penyelamatmu telah lahir dari padamu
Dia memang bukanlah apa-apa bagi orang-orang
Akan tetapi, namamu akan termasyur oleh karena-Nya

Bersukarialah sekarang!
Angkatlah lagu pujianmu!
Sambutlah dia yang telah lahir dengan sorak sorai dan pujian!
Bersama bala tentara surge, pujilah Dia:
Gloria . . . Gloria . . . Gloria . . .
In exelcis Deo!

Oleh. Agustinus Laurentius Situmorang
agoes_situ01@yahoo.co.id. 

Cinta dari Tuhan



Cinta mungkin bukanlah satu-satunya impian yang kini terbersit di hati dan pikiran Bonar, akan tetapi memang itu-lah yang sangat mengganggunya saat itu sampai-sampai ia tidak menyadari bahwa bulan purnama yang bertengger di langit sana sedang mengawasinya. Ia tidak akan pernah tahu juga bahwa saat itu banyak mata-mata dari alam ini sedang mengintainya bukan saja bulan, tetapi seluruh isi alam ini sedang mengintainya. Bahkan, ikan-ikan yang sedang berenang di dalam danau dan sedang dipandangi olehnya dengan tatapan kosong itu, mungkin saja sedang mempertanyakan keberadaannya. Mungkin tidak ada yang dapat mengerti bagaimana perasaannya saat itu, kecuali Dia yang di tempat tersembunyi sedang memperhatikannya lekat-lekat.
Malam itu, sang rembulan masih bertengger manis di atas lagit. Rembulan itu sedang bergembira karena dia senantiasa ditemani oleh bintang-bintang yang siap menghiburnya. Ia tidak akan pernah khawatir ataupun sedih karena kesepian, karena mungkin pada malam itu dia tidak akan sendiri. Ah, andai saja ada yang mau mengerti betapa galaunya pikiran anak muda yang sedari tadi duduk sendiri di tepi danau yang tenang itu.

Bonar sudah seharian berada di tempat itu. Sejak pagi tadi, tidak seorang pun yang memperhatikan kegalaunnya. Dia seakan tidak percaya dengan apa yang telah didengarnya sepulang dari gereja. Darahnya seperti berhenti mengalir pada waktu itu.
“Ito, aku mau minta maaf  kepadamu!”
“Untuk apa?” Hati dan pikiran Bonar seakan sulit untuk disatukan. Ia mencoba menerka apa yang akan dikatakan orang yang paling dicintainnya itu, karena kedua orangtuanya sudah lama tiada. Padahal, dia adalah anak satu-satunya dari kedua orangtuanya. Ia tidak punya siapa-siapa lagi untuk dicintai, selain Shanti. Itu-lah yang membuat pikiran pemuda itu, menjadi tak menentu.
“Untuk apa kamu minta maaf, Shan?”
“Nar, berat rasanya bagiku untuk mengatakannya. Tapi...”
“Tapi apa?”
“Tapi..., aku harus mengatakannya juga kepadamu.”
“Mengatakan apa, Shan? Jangan buat aku tambah bingung?”
Shanti sebenarnya sangat mencintai Bonar, sebagaimana pemuda itu juga mencintainya. Dia sangat tidak ingin melukai hati pemuda itu. Dia tidak mau membuat pemuda itu kembali bersedih. Dia sangat mengerti bagaimana pergulatan pemuda itu ketika kedua orangtuanya telah dipanggil yang mahakuasa tiga tahun yang lalu.
Ketika itu, gempa yang sangat dahsyat telah memporak-porandakan kampung halaman mereka termasuk rumah dan kedua orangtuanya. Ketika melihat itu, Bonar yang biasanya selalu ceria dan suka menghibur orang lain bila ada masalah, berubah total. Bahkan, pemuda yang biasanya aktif dalam kegiatan di gereja itu sangat kecewa, karena Tuhan sendiri telah merebut kedua orangtuanya darinya. Bahkan dalam kebingungannya, dia sempat protes kepada Tuhan. Hanya Shanti saja yang mengerti perasaan pemuda itu.
Dengan susah payah, dia telah mencoba merubah penderitaan pemuda yang sebenarnya juga sangat dia sayangi. Kekaguman terhadap sikap pemuda, yang selalu baik hati dan murah senyum itu-lah yang telah menggugah hati gadis itu, sebelumnya. Beberapa kali, ia ingin mengungkapkan cintanya, tetapi tidak kesampaian. Dan ketika cinta itu mulai bersemi lagi dan sang pujaan hati telah menerimanya dengan tulus hati, dengan berat hati dia harus membiarkannya menguap.
Hati gadis itu sebenarnya juga sangat gundah. Akan tetapi, yang membuatnya lebih bingung lagi adalah apakah pemuda yang kini berada di hadapannya itu akan mau mengerti dengan segala keputusannya itu? Dia menjadi serba salah. Akan tetapi, dia tidak dapat memungkiri kenyataan yang ada.
Dia telah berkata kepada dirinya sendiri, untuk rela meniggalkan cintanya itu demi cinta yang lebih besar. Ya, cinta yang akhir-akhir ini selalu dipertanyakannya keberadaannya. Cinta yang selama ini tidak ia mengerti. Cinta yang menuntutnya harus mengorbankan cintanya yang lama. Keputusan itu telah dia ambil dengan kebulatan tekad dan ketulusan hati.
“Maaf Bonar, aku harap kamu mau mengerti dengan keputusanku ini.”
“Iya, tapi keputusan apa? Apakah kamu tidak mencintaiku lagi?”
“Bukan itu, Nar!” Katanya sambil mengelengkan kepala dan tanpa disadarinya setiti bening keluar dari sudut matanya yang indah itu. “Ito, aku masih mencintaimu dan sampai sekarangpun cinta itu masih tetap tertanam di hatiku... akan tetapi ... dengan keadaanku sekarang, aku harus berkata bahwa aku sungguh ingin menempuh jalan lain.”
“Maksudmu…?” Pemuda itu sedikit bingung dengan perkataan yang dilontarkan oleh orang yang paling dicintainya itu. Dia tidak mampu menebak kemana arah pembicaraan Shanty, atau mungkin mampu tetapi tidak dapat menjangkau pemikiran gadis itu.
“Nar, sebenarnya sudah lama aku merasakan perasaan ini dan ini sudah lama aku inginkan. Akan tetapi, aku merasa kebingungan untuk menentukan pilihan. Aku tidak mampu untuk memutuskannya. Tetapi setelah melalui masa-masa krisis itu, aku pun mulai berani mengatakan “ya” dan berani menanggung segala konsekuensinya.” Dengan serius, Bonar mencoba mengikuti arah dari perkataan Shanty.
“Ya, setelah aku pikirkan, akupun memutuskan untuk masuk Biara.” Bonar sangat terpukul ketika mendengarkan perkataan itu. Dia seperti dikembalikan lagi ke masa yang silam, ketika orang-orang tercintanya diambil darinya. Dan kini, Shanty pun diambil pula darinya.

Dia sangat kecewa dengan Tuhan. “Kenapa Engkau mengambil semua orang yang sangat aku cintai.” Dia bersungut-sungut dalam hati. Dia sangat ingin menceburkan diri ke dalam air danau yang kini berada di hadapannya. Dia meresa tidak ada gunannya lagi untuk hidup berlama-lama kalau hanya penderitaan yang ada.
“Bonar…! Bonar…! Bonar…!” Tiba-tiba pemuda itu terbangun dari lamunannya ketika dia mendengar samar-samar ada suara yang sedang memanggilnya. Dia mencoba mencari dari mana asal suara itu. Suara itu sebenarnya sangat akrab di telinganya, akan tetapi dia belum juga mampu menerka suara siapa itu. Hingga…
”Bonar…, sedang apa kamu di sini?”
“Eh, kau ternyata Li.” Bonar sungguh terkejut ketika diketahunya bahwa Uli-lah yang dari tadi memanggilnya. Dia memperhatikan lekat-lekat wajah gadis itu, sepertinya ada rasa khawatir di wajah manis itu. Yah, dia tidak pernah menyadari bahwa sebenarnya dia masih mempunyai Uli yang juga sangat memperhatikannya. Dia tidak menyadari bahwa Tuhan tidak pernah memberikan penderitaan yang tidak mampu ditanggungnya. Hanya saja, dia selalu dengan cepat putus asa dan mengambil keputusan bahwa Tuhan sungguh tidak adil kepadanya. “Ah, Tuhan andai saja aku mengerti bahwa Engkau sungguh-sungguh mencintaiku?” Keluhya dalam hati. Dia seakan tidak percaya dengan kejutan-kejutan yang kerapkali diberikan Tuhan kepadanya.
“Nar, dari tadi aku mencarimu kemana-mana… aku sampai cape keliling-keliling daerah sini.” Kata gadis itu dengan nada kesal.
“Ngapain juga kau mencariku, aku-kan sudah besar…hehehe…”
“Eh, dibilangin malah ketawa, aku sampai khawatir, takut kalau kau sampai bunuh diri! Untung saja, tadi jumpa sama kak Shanti… lalu dia bilang kau ada di sini.”
“Lalu …?”
“Aku datanglah ke sini mencarimu.”
“Lalu…?”
“Untungnya kau tak tampai bunuh diri. Aku sampai bersyukur kepada Tuhan, karena kalau kau sampai bunuh diri…”
“Lalu …apa…? Mau bunuh diri juga?”
“Ah, abang ini ada-ada saja. Siapa juga mau mati sama abang.”
“Kalau begitu, aku terjun saja.”
“Eh…, jangan…jangan…” Gadis itu langsung memegang tangan Bonar dengan erat, sepertinya dia tidak rela kehilangan Bonar. “…aku hanya bercanda kok!” Kemudian, gadis itu merebahkan diri di pelukan Bonar sambil menangis tersedu-sedu. “Kan, kalau abang mati, aku dengan siapa dong…” Katanya kemudian.
Dalam hati, Bonar seperti kembali menemukan dirinya. Dia sungguh sungguh seperti seorang yang sangat kecil dimata Tuhan. Tadi, dia sendiri telah mempersalahkan Tuhan. Dia tidak tahu mengapa dia sampai seperti itu. tetapi suatu keyakinan kembali timbul dalam hatinya, bahwa kasih Tuhan itu kekal selama-lamanya.

3 Februari S. Blasius



St. Blasius hidup pada abad keempat. Sebagian mengatakan bahwa ia berasal dari sebuah keluarga kaya dan menerima pendidikan Kristiani. Semasa remaja, Blasius memikirkan tentang segala permasalahan serta penderitaan yang terjadi pada masa itu. Ia mulai menyadari bahwa hanya sukacita rohani saja yang dapat membuat seseorang merasakan kebahagiaan sejati. Blasius menjadi imam dan kemudian diangkat menjadi Uskup Sebaste di Armenia yang sekarang adalah Turki. Dengan segenap hati, Blasius bekerja keras untuk menghantar umatnya menjadi kudus dan bahagia. Ia berdoa dan berkhotbah; ia berusaha menolong semua orang.

Ketika Gubernur Licinius mulai menganiaya umat Kristiani, St. Blasius ditangkap. Ia dibawa untuk dijebloskan ke dalam penjara dan dihukum penggal. Dalam perjalanan, umat berkumpul di sepanjang jalan untuk melihat uskup mereka yang terkasih untuk terakhir kalinya. Blasius memberkati mereka semuanya, bahkan juga orang-orang kafir. Seorang ibu yang malang bergegas datang kepadanya. Ia memohon Blasius agar menyelamatkan anaknya yang hampir tewas tercekik duri ikan yang tertelan di tenggorokannya. Orang kudus itu membisikkan doa dan memberkati sang anak. Mukjizat terjadi, sehingga nyawa anak itu dapat diselamatkan. Oleh karena itulah St. Blasius dimohon bantuan doanya oleh semua orang yang menderita penyakit tenggorokan.

Pada hari pestanya, tenggorokan kita diberkati. Kita mohon bantuannya untuk melindungi kita dari segala macam penyakit tenggorokan.

Dalam penjara, uskup yang kudus ini mempertobatkan banyak orang kafir. Tidak ada siksaan yang dapat membuatnya mengingkari imannya kepada Yesus. St. Blasius dihukum penggal kepalanya pada tahun 316. Sekarang ia ada bersama Yesus untuk selama-lamanya.

Masing-masing dari kita merasakan adanya kebutuhan untuk disembuhkan dalam bidang-bidang tertentu dalam hidup kita. Pada hari ini, undanglah Tuhan untuk masuk ke dalam ruang-ruang tersebut dan nikmatilah penghiburan atas kehadiran-Nya.

Kartu Natal


Ringkasan cerita:
Cerita ini meceritakan tentang seorang pemuda bernama Antonius (Anton) yang selalu merayakan Natal bersama teman-teman sekantor dan teman yang terdekat di rumahnya. Tetapi ia juga mempunyai teman lama yang sering mengirim kartu natal kepadanya tetapi tidak berisi dan tanpa alamat. Pada suatu malam, saat acara natalan yang diadakannya selesai, sang pacar yang bernama Lili melihat semua kado yang telah diberikan oleh teman-teman Anton yang sengaja diletakkan di bawah pohon natal. Ketika sedang asyik melihat kado-kado itu, tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah kartu natal yang bentuknya unik. Tak sengaja dibukanya kartu itu dan ia tidak melihat apa-apa di kartu itu kecuali foto Anton dengan seorang gadis yang ternyata bernama Mawar. Mulanya Lili cemburu melihatnya. Tetapi setelah Anton menjelaskan dengan panjang lebar, akhirnya Lili mau mengerti. Malah setelah mendengar cerita Anton itu, ia ingin sekali berjumpa dengan orang yang ternyata adalah teman Anton itu. Tanpa diduga, Mawar datang ke rumah Anton pada malam itu juga.

Para pemeran:
Anton Lili
Anton ‘l’ Mawar
Ayah Ibu
Ririn Roni

Keterangan:
Anton ‘l’  Anton yang lain berada di angan-angan dan sebaiknya lebih muda dari yag memerankan Anton.
suara prolok utama.
suara Idiperankan oleh pemeran Anton dari balik layar.
Mawarsebaiknya dibagi dua juga, yakni Mawar yang berperan bersama Anton ‘l’ lebih muda dari yang berperan pada akhir babak.
Setiap babak ditentukan oleh kesepakatan para pemain.
Hendaknya para pelakon tidak berpatokan pada teks, usahakan agar tidak hanya mengahapal teks tetapi juga menghayati peran masing-masing.
K.Anton keluarga Anton
Hendaknya pemain ditambah lebih-kurang sepuluh orang sebagai tamu pada pesta natal di rumah Anton.
Yang diberi tanda * adalah saran untuk jedah, karena teks ini memang tidak diberi babak perbabak.

Suara :Disuatu malam Natal yang indah, yang dipenuhi dengan hiasan natal yang turut menambah semaraknya suasana. Seluruh orang di kota ini sangat meresapi makna dari natal itu sendiri. Demikian juga dengan Antonius. Direktur muda yang akrab dipanggil Anton itu selalu merayakan Natal di rumahnya bersama dengan teman-temannya sehabis mengikuti misa di Gereja “Gembala Baik” Batu. Lelaki kelahiran Medan itu tinggal tidak jauh dari Gereja. Rumah yang cukup sederhana itu sudah mulai dipenuhi oleh para undangan….(Buka layar)

Anton :(naik ke pentas menggandeng Lili) “Hai teman-teman, selamat datang di pesta natal yang cukup sederhana ini….! Kuharap kalian menikmati malam natal yang indah ini….” ( Anton membuat kata sambutan harap ditambah sendiri) “….sekarang mari kita bersulang dan bergembiralah !”
Roni :” Hei…, Anton….!!!”
Anton :(mencari asal suara dan menemukannya, lalu…) “Hei…, Roni….!!!” (turun menuju orang yang memanggilnya tadi bersama sang kekasih) “ Apa kabarmu…!!!?”(berjabat tangan)
Roni :”Seperti yang kamu lihat, sobat…!!! Makin makmur saja kamu setelah pindah di Malang ini…”
Anton :”Ah kamu bisa saja…, kamu yang semakin makmur…”
Roni :(berbisik) “Pacarmu boleh juga Ton…, kenalin dong..???” (mereka berdua tetawa)
Anton :”Boleh…, siapa takut…!!! Lili…” (sambil memegang pundak Lili yang dari tadi bicara dengan undangan yang lain didekat mereka)
Lili :(menoleh kepada Anton) “Ada apa bang…?”
Anton :”Kenalkan … sahabatku, Roni…”
(Lili dan Roni saling berjabat tangan sambil memperkenalkan diri)
Roni :”Roni….”
Lili :”Lili…”
Roni :”Kamu cantik deh…, baru kali ini aku kenalan dengan gadis secantik kamu. Di pesta natal, lagi….”
Lili :”Ah kamu bisa aja, Ron…”(tersipu malu)
Anton :(senyum) “Kalau kamu mau …, ambil aja…; aku nggak marah kok…”
Lili :”Ah… bang Anton…” (sambil mencubit lengan Anton yang menggandeng lengannyanya, dengan manjanya)
Anton :”Aduh…! Aku hanya bercanda, kok…” (mereka tertawa gembira) “Ron…, kapan kamu datang dari Jakarta…. ?”
Lili :”Kamu dari Jakarta, toh…?” (potong Lili, Roni hanya mengangguk saja)
Roni :”Kemarin… dan malam ini aku harus kembali.., soalnya masih banyak yang harus kukerjakan. Jadi kuharap kamu maklum jika aku ndak dapat tinggal lebih lama. Jika kamu mau ngantarin ke bandara boleh juga….” (bercanda)
Anton :”Mm…mm…mm…” (sambil berfikir)
Roni :”Bercanda kok, jangan teralu dipikirkan….” (menepuk pundak Anton)
Anton :”Tadinya aku mau ngantarin, tapi karena kamu bilang nggak usah ya..sudah, nggak jadi…”
Roni :”Sialan…kamu…, tadinya aku yang mau ngerjain kamu, malah aku yang balik kamu kerjain…” (mereka tertawa)
Lili :”Sebentar kalian kutinggal dulu…, ada yang ingin kukerjakan…” (seraya meninggalkan kedua sahabat itu menuju pentas)
Roni :“mau ke mana dia?”
Anton :”Lihat saja nanti…! Kamu kutinggal dulu, aku juga ingin menyapa tamu yang lain. Kuharap kamu nggak malu-malu, anggap aja rumah sendiri. ”
Roni :”Ok….”
Lili :(sementara Lili mulai menyanyi di pentas) “Teman-teman aku akan mencoba menyumbangkan sebuah lagu di natal yang bahagia ini (menyanyi....* selesai menyanyi dan orang- orang bertepuk tangan) “Terimakasih....” (turun ari pentas, sementara itu orang-orang juga sudah mulai berpulangan dan akhirnya tinggal Roni)
Roni :(juga turut pamit setelah tamu-tamu tinggal sedikit) “Wah... sudah waktu nih...! Aku juga pamit dulu Ton,..
Anton :”Loh kok cepat amat..?”
Lili :”Iya nih..., kok cepet amat...! Bukankah kita bisa lebih lama lagi ngobrol.”
Roni :”Pengennya sih gitu..., tapi aku harus pulang hari ini ke Jakarta untuk beresin pekerjaan yang masih tertunda, agar besok malam aku dapat pulang ke Medan untuk merayakan natal bersama sanak saudara.”
Anton :”Kalo begitu, ya...sudah.... ! Semoga kamu sampai dengan selamat...dan hati-hati di jalan...” (sementara lili telah masuk ke dalam rumah)
Roni :”Yo’i....”(berjabat tangan) “Oh..,ya...hampir lupa....”
Anton :”Ada apa lagi Ron....”
Roni :”Ini ada titipan dari seseorang...”
Anton :”Dari siapa Ron....???”
Roni :”Sudahlah nanti juga kamu tahu...., aku pamit dulu...” (ketika Roni berlalu Anton dengan bingungnya berbalik ke dalam rumah sambil membolak-balik surat tersebut)
Lili :”Roni sudah pulang bang...” (Anton hanya dian saja karena kebingungannya, sambil membolak balik amplop yang ada di tangannya) “Loh .., kok malah bengong....” (melihat surat yang diletakkan Anton di meja, dan mengambilnya) “Surat dari siapa itu...”
Anton :“Entah...” (pergi ke kamarnya untuk mengganti pakaian, sementara Lili sedang membaca isi amplop itu)
Lili :“Bang...bang Anton...!!!”
Anton : (Anton keluar dan terkejut ketika melihat muka Lili yang rada lain) “Ada apa Li..., malam-malam begini kok teriak- teriak...,malukan didengar tetangga..???”
Lili :“Biarin, aku mau nanya sama abang: Mawar itu siapa bang..., dan megapa abang selama ini merahsiakannya dariku...?”
Anton :“Mawar...., Dari mana kamu tahu nama itu...”
Lili :“Sudahlah abang nggak usah nutup-nutupin kebejatan abang...Semua laki-laki sama saja...semua hidung belang...”
Anton :“Tutup mulutmu....!!!!” (seraya ingin menampar Lili)
Lili :“Ayo tampar..., memang semua laki-laki sama saja...”
Anton :(mecoba sabar) “Lili..., abang sangat mencintaimu, nggak mungkin abang berbuat sekeji itu...”
Lili :“Ini...buktinya...” (sambil memberikan kartu natal yang kosong, dan hanya berisikan nama Anton dan Mawar...)
Anton :”Oh...ini yang membuatmu marah....” (tesenyum sambil mendekati Lili) “Mawar itu adalah sahabatku yang sudah kuanggap sebagai kakak angkatku...”
Lili :”Lalu kenapa abang tidak pernah menceritakannya padaku... Kamu pasti bohong...!!!”
Anton :”Kalo kamu ingin tau yang sebenarnya, baiklah aku akan ceritakan, tatapi kamu harus janji dulu kalo kamu tidak akan marah lagi...” (Lili hanya diam di tempat duduknya) “Li..., sebenarnya aku sengaja merahasiakan ini..., karena sudah lama aku tidak pernah berjumpa lagi dengannya... Memang sih suratnya selalu datang, tetapi tanpa alamat. Oleh karena itu kucoba terus untuk diam sebelum aku tau dimana dia....”
Lili :”Bohong..!!!”
Anton :”Dengar dulu penjelasanku..., mungkin kalo nggak ada dia, kita tidak akan pernah bertemu.....” (Lili kembali terdiam) “ Kejadian itu sudah lama berlalu..., dan aku masih ingat...saat itu kami sekelas sedang kemping ke Pulau Samosir. Tiba-tiba bus yang kami tumpangi mengalami kecelakaan. Dalam kecelakaan itu enam orang meninggal termasuk Anita, seorang gadis yang saat itu sangat berarti buatku...” (Lili hanya diam) “Aku sangat mencintainya, dan kami telah berjanji akan sehidup semati, tapi kenyataannya lain…”
Lili :”Aku turut prihatin bang….” (Anton hanya manggut-manggut seraya menyesali semua itu) “lalu kamu, bagaimana nasipmu..???”
Anton :”Aku bersama sembilan orang yang lainnya mengalami luka yang cukup serius, sedangkan sisanya hanya luka ringan saja….Saat itu aku mendapat luka yang cukup serius di kepala. Dan hasil pemerikasaan dokter aku lupa ingatan sebab tidak ada yang kuingat kecuali nama Anita yang sangat kucintai. Bahkan diriku sendiri aku tidak ingat.”
Lili :”Terus…?”
Anton :”Terus….,”* (layar ditutup dan dengan cepat panggung beganti suasana) “beberapa hari kemudian…, tiba-tiba… aku telah berada di rumah….dan ketika aku bangun…. aku melihat telah ada seorang gadis yang tertidur di sampingku, dan aku nggak kenal siapa dia. Ketika itu….”
Anton’l’ :( Anton terbangun dan Mawar tiba-tiba terbangun) “Aduh…..”
Mawar : “Eh…, kamu telah sadar Ton…? Mari kubantu” (membantu Anton untuk bangkit dari tidur ke kursi rodanya)
Anton’l’ :(heran..) “Siapa kamu…?”
Mawar :”Aku…aku…, ah…sudahlah, kamu makan dulu yah…?” (mengambil nasi yang telah terhidang di meja dekat tempat tidur Anton)
Anton’l’ :”Nggak mau…!!! Katakan dulu siapa kamu…”
Mawar :”Pasti kuceritakan, nanti setelah kamu selesai makan….sini aku suapin…”
Ibu :”Bagaimana Mawar…, sudah ada perkembangan..???”
Mawar :”Belum tante…makan saja kayaknya susah….”
Ibu :”Anton…ayo makan nak…,nanti kamu sakit……”
Anton’l’ :(bingung) “Ibu ini siapa…?”
Mawar :”Di…dia…ibumu Anton….”
Anton’l’ :”Ibuku….?” (Mawar menganggukkan kepala) “Ibuku siapa….?” (ibu Anton menangis lalu pergi yang kemudian diikuti oleh Mawar)
Mawar :”Tante…!!!”(Mawar mengejar) Tante…tunggu dulu…”
Ibu :”Tante nggak tahan Mawar…,” (menangis) “tante nggak tahan mendengar semuanya itu…”
Mawar :”Tante…kita harus sabar menghadapi semua ini…, mungkin ini adalah cobaan dari Tuhan…yang harus kita hadapi…Kita hanya dapat berdoa…agar Anton dapat kembali seperti semula…”
Ibu :”Makasih ya, War…, kamu sungguh mempehatikan Anton. Tante…nggak tahu bagaimana membalas kebaikanmu….”
Mawar :”Tante…jangan berkata begitu…,” (mereka berpelukan) “Anton-kan sudah kuanggap adik anggkatku…, jadi wajib dong aku membantunya…Sekarang tante istirahat saja dulu” (ibu Anton pergi)
Suara I :”Kak Mawar sangat sedih saat itu…sangkin sedihnya…,air matanya pun tak dapat ia tahan lagi…” (Mawar menangis, sedih)
Mawar :”Ton…benar kamu nggak ingat aku lagi…?” (sambil menjumpai Anton dengan air mata yang masih membasahi wajahnya) “Aku Mawar…Nton…aku Mawar…sahabatmu…”
Anton’l’ :”Mawar…, sahabatku….”(Mawar hanya mengangukkan kepala) “Mawar…, Mawar…” (kepala Anton pusing, dan tak sengaja ia menjalankan kursi rodanya) “Mawar…, Mawar… tidaaaaaaakkkkk…..!!!!” (Terjatuh dari kursi rodanya lalu pingsan)
Mawar :”Antooooonnnnn…..!!!!”*
Suara I :”Ketika aku jatuh Mawar sangat panik dan memanggil-manggil,namun nggak ada yang nyahut. Dia berusaha membopongku ke tempat tidurku, dan membaringkan aku di sana. Dan anehnya lagi dia tetap setia menjagaku saat aku pingsan itu…”
Anton’l’ :(Anton gelisah dalam tidurnya) ”Mawar….kak….Mawar…”(Mawar yang tidur sambil duduk di samping Anton, terbangun)
Mawar :”Ya….Anton…, aku di sini…” (memegang tangan Anton)
Anton’l’ :”K’k…kak…kak…Mawar….di mana aku?”
Mawar :”Nton…syukurlah kamu sekarang udah sadar…”
Anton’l’ :”Di mana…ini…kak…?”
Mawar :”Kamu di rumah Nton…”
Anton’l’ :(ibu Anton tiba-tiba datang dengan ayahnya)”Ayah…ibu….”
Ayah :”Syukurlah kamu sudah sadar, Ton.”
Ibu :”Bagaimana perasaanmu sekarang…?”
Anton’l’ :”Ngak….apa-apa kok bu, hanya sedikit sakit pada kepalaku…ini tidak terlalu parah…”
Ibu :”Syukurlah kalau tidak terlalu parah, kami sempat gelisah tadi…”
Anton’l’ :”Anita…, Anita…, dia di mana…?” (ayah dan ibu Anton tiba-tiba saling pandang, raut wajah yang hadir di situ tiba-tiba berubah) “Katakan..di mana Anita…? Bu…,ayah…di mana dia…? Apa yang terjadi dengannya…?”
Mawar :”Anton…” (memegang pundak Anton) “Anita…,Anita…, Anita…”
Anton’l’ :”Kenapa dengan Anita…, Kenapaaaa…!!!!”
Ririn :”Kak…, kak Anita…mmmm…,kak Anita telah tiada…”
Anton’l’ :”Tiiiiidaaaaakkkkkk…!!!!!!!” (lagu sendu)*
Mawar :”Anita meninggal saat kecelakaan itu. Jadi tabahkan dirimu, Anton…mungkin dia telah bahagia sekarang di sana…mungkin ia telah bertemu dengan Tuhan di surga…” (layar perlahan-lahan ditutup)*
Suara I :Ketika itu aku sangat terpukul karena kejadian itu…, dan kalau tidak ada dia yang menghiburku, entah apa jadinya aku ini sekarang. Mungkin kita tidak akan pernah berjumpa. (perlahan layar dibuka kembali, tinggal Anton dan Lili dalam suasana Natal)
Anton :”Pernah juga ibu memintanya untuk tunangan denganku, tapi ia menolak karena ia telah menganggapku adiknya sendiri.”
Lili :(sedih) ”Maafkan aku bang…,aku telah salah menilai…”
Anton :”Sudahlah…” (potong Anton) “sudahlah semua itu telah lama berlalu…” (bel berbunyi, Anton dan Lili heran) “Siapa yang melam-malam begini bertamu…?” (membukakan pintu)
K.Anton :”Selamat Natal…!!!”
Anton :”Ayah….” (heran) “ibu…, kapan kalian datang?
Lili :”Siapa bang Anton?” (sambil menghampiri Anton)
Anton :”Li…, perkenalkan mereka ini adalah ayah, ibu beserta saudariku Ririn…” (lili terkejut sambil berjabat tangan, keluarga Anton pun heran) “ayah …ibu…dia ini Lili, calon menantu ayah dan ibu…” (ibu berjabat memeluk Lili dengan penuh kasih sayang)
Ayah :”Loh…mengapa kamu tidak beritahu sebelumnya….?”
Ririn :”Iya…kak…, jadi kitakan tidak begitu heran…”
Anton :”Sebenarnya…., aku ingin memberi kejutan untuk kalian…”
Ririn :”Haaaa…., kejutan…?????”
Anton :”Iya…, rencanaku tahun baru nanti akan pulang ke Medan dan membawa Lili turut serta… Tapi…, karena kalian sudah di sini ya…sudah…”
Lili :”Bang… ajak masuk dong mereka…”
Anton :”Oh..ya..hampir lupa …., ayo masuk … inilah rumah Anton ‘yah…”
Ibu :”Kalian tinggal berdua di sisi..?” (curiga)
Lili :”Tidak bu…, aku masih tinggal dengan orangtuaku di Malang.” (sementara mereka masuk ke rumah, kecuali Ririn)
Ririn :”Eh…,tunggu dulu…!” (pura-pura marah)
Anton :”Ada apa Rin…?”
Ririn :”Kurasa…kita lupa akan seseorang….”
Anton :(ayah dan ibu tersenyum, sementara Anton dan Lili kebingungan) “Siapa…?”
Ririn :(menarik tangan Mawar) “ Kak…,Ayo masuk…”
Anton :”Siapa sih…?”(Antong masih heran)
Ririn :”Kejutan…!!!!”
Anton :”Mawar…” (bertambah heran)
Mawar :”Selamat Natal Anton…, Lili…”
Lili :”Oh…Kakak ini yang namanya Mawar itu, toh…” (Mawar menunduk) “ Ohya kak, dari mana kakak tahu bahwa Aton tinggal di sini?”
Mawar :”Sebenarnya aku juga tinggal di kota ini…dan…telah lama aku tahu tentang rumah ini dan hubungan kalian. Dulu aku kerja di Kalimantan, tapi perusahaan memindahkanku ke kota ini. Dan entah mengapa aku pernah sekilas melihat Anton pulang dari gereja, lalu kuikuti dia sampai kes ini. Aku jugalah yang mengundang ayah dan ibu ke sini. Terima kasih Lili karena kamu talah mengembalikan semangat Anton…”
Lili :”Tidak, kak…” (memeluk Mawar sambil menangis) “akulah yang seharusnya berterimakasih kepada kakak… Kalau nggak ada kakak…,mana mungkin aku dapat bertemu dengan bang Anton…” (sementara yang lain tersenyum bahagia)
Ayah :”Sudah…sudah…, sekarangkan hari yang bahagia…, jadi mari kita rayakan Natal ini dengan penuh kegembiraan….”
Suara :Akhirnya mereka pun hidup dengan bahagia. Kalau tidak ada kartu itu ; Tidak mungkin Lili dan cemburu, dan kemudian tau segala hal tentang Anton dan Mawar…, kakak angkatnya itu. Jadi hikmah yang dapat kita petik dari cerita ini adalah bahawa kita harus yakin kepada orang lain, dan jangan terburu oleh emosi. Sebab Yesus mengajarkan kepada kita untuk saling mengasihi…..

Selamat Natal
&
Tahun Baru

Batu, 6 Desember ‘04
Oleh: Fr. A.Laurentius.Situmorang