Selamat datang bagi teman-teman yang ingin mencari informasi tentang ilmu pengetahuan, renungan harian dan berbagai hal dan juga dapat berbagi hal di sini...!!!

Rabu, 18 November 2009

Marga sebagai Penentu Kedudukan Seseorang dalam Pergaulan Masyarakat Batak Toba

A. Pendahuluan
Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam maupun manusia. Jumlah pulau di Indonesia menurut data Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2004 adalah sebanyak 17.504 buah. 7.870 di antaranya telah mempunyai nama, sedangkan 9.634 belum memiliki nama. Ada 33 provinsi yang terdapat di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu provinsi itu adalah Sumatera Utara, tempat orang Batak berasal.
Orang Batak Toba memang berasal dari provinsi Sumatera Utara, tepatnya dari Tapanuli Utara, atau lebih tepat lagi di dua kabupaten, yakni Kabupaten Toba Samosir dengan Kabupaten Samosir. Orang Batak Toba berasal dari sekitar danau Toba.
Orang Batak Toba mempunyai keunikan tersendiri dan begitu tampak jelas dari namanya. Seperti orang Batak lainnya, orang Batak Toba mempunyai nama marga di belakang nama mereka. Nama marga ini bukan sekedar nama saja. Nama marga ini sebenarnya diambil dari nama-nama nenek moyang orang Batak Toba. Nama marga ini otomatis diturunkan kepada orang toba yang baru lahir.
Akan tetapi, apa sebenarnya kegunaan dari marga ini? Pertanyaan ini akan kita bahas dalam pembahasan selanjutnya. Akan tetapi saya akan coba batasi saja seperti yang ada pada topik utama kita, yakni fungsinya “sebagai penentu kedudukan seseorang dalam pergaulan masyarakat Batak Toba”.
Karya tulis singkat ini sebenarnya bukanlah suatu pemecahan untuk suatu masalah yang berkaitan sebagai marga. Saya membuat karya tulis ini sebagai pengantar kepada skripsi yang akan saya buat, yang temannya juga sama dengan tema pada karya tulis ini. Jadi, karya tulis ini bisa dikatakan sebagai suatu batu loncatan untuk skripsi saya kelak. Oleh sebab itu, saya tidak memberikan penyelesaian masalah dalam karya tulis ini.

B. Gambaran Umum tentang Orang Batak
Masyarakat Batak Toba berasal dari Sumatera Utara, tetapatnya di sekitar danau toba. Mungkin sekali, nama Batak Toba berasal dari nama danau ini. Orang Batak Toba mempunyai kebiasaan yang unik dalam pemberian nama, yakni adanya tambahan nama marga di belakang nama asli.
Orang Batak Toba merupakan masyarakat yang tinggal di sekitar pegunungan di danau Toba. Secara geografis orang Batak Toba berada persis di tengah-tengah atau pusat tempat perkembangan suku-suku Batak yang lain.
1. Di utara, mereka berbatasan dengan Kabupaten Karo, tempat populasi orang-orang dari suku Batak Karo berada.
2. Di barat, mereka berbatasan dengan Kabupaten Pakpak atau Dairi, tempat populasi orang-orang dari suku Batak Pakpak berada.
3. Di timur, mereka berbatasan dengan Kabupaten Simalungun, tempat populasi orang-orang dari suku Batak Simalungun berada.
4. Di selatan, mereka berbatasan dengan daerah Tapanuli Selatan, tempat populasi orang-orang dari suku Batak Angkola, Batak Mandailing dan orang-orang Tapanuli Selatan lain berada.
Kita melihat bahwa secara geografis tempat berdiamnya orang-orang Batak Toba ini berada persis di tengah-tengah dan bisa dikatakan di pusat. Akan tetapi, keadaan mereka tidak segampang dan seberuntung yang kita lihat. Daerah-daerah yang didiami orang-orang Batak Toba terletak di dataran tinggi yang sulit dijangkau. Maka dari itu, daerah-daerah tersebut sangat lambat berkembang.
Dari letak geografisnya ini juga, kita dapat mengetahui bahwa sebagian besar orang Batak Toba terletak di daerah dataran tinggi. Dibandingkan dengan dataran tinggi ini dataran rendah jauh lebih sedikit. Masyarakat Batak Toba mempunyai sumber penghasilan sebagai petani dan nelayan. Salah satu hasil pertanian yang cukup terkenal dari masyarakat Batak Toba adalah kopi. Disebutkan juga bahwa nasi sebagai bahan makanan yang utama dan banyak diusahakan oleh masyarakat Batak Toba pada umumnya.
Selain bertani, masyarakat Batak Toba juga berprofesi sebagai nelayan. Profesi ini banyak diusahakan terutama oleh mereka yang tinggal di pesisir danau toba. Mereka menggantungkan kehidupan mereka dari ikan yang mereka tangkap di danau toba. Ikan yang terkenal dan menjadi makanan yang khas bagi masyarkak Batak Toba adalah apa yang sering mereka sebut sebagai ikan “jahir” dan ikan mas. Selain sebagai makanan sehari-hari, kedua jenis ikan ini juga sering dijadikan sebagai salah satu masakan syarat dalam acara adat masyarakat Batak Toba.
Masyarakat Batak Toba juga sangat mengandalkan hasil dari hutan-hutan mereka. Hasil hutan yang terkenal sejak jaman dahulu kala adalah kapur batus, rotan, kemenyan dan kulit manis. Kekayaan hutan yang ada di sekitar danau toba telah membuat hasil hutan menjadi salah satu komoditi yang begitu penting dalam perekonomian orang Batak pada umumnya dan Batak Toba pada khususnya.
Semua hasil yang mereka dapatkan lalu dijual di suatu tempat yang namanya “onan”. Onan berlangsung pada hari-hari tertentu saja, mungkin sekali atau dua kali dalam seminggu dan sering disebut sebagai onan godang dan onan metmet (hari pekan besar dan pekan kecil). Sering disebut juga onan balga dan onan manogot-nogot (pekan besar atau pekan pagi. Onan memang tempat orang Batak pada umumnya berdagang. Akan tetapi, pengunjung lebih banyak menonton daripada bertransaksi. Oleh sebab itu, fungsi onan tidak hanya untuk jual beli. Onan juga ternyata dapat berfungsi sebagai tempat bertemu dan tempat bersosialisasi bagi masyarakat Batak Toba.
Ada satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan dari daerah ini. Pariwisata juga menjadi salah satu sumber penghasilan yang penting. Bagian ini berkembang dengan begitu pesatnya terutama pada satu dasawarsa terakhir. Keindahan alam danau toba memang telah menghipnotis banyak wisatawan untuk berkunjung ke tempat ini. Kita dapat melihat betapa besarnya perkembangan di bidang pariwisata ini bahkan hingga jaman sekarang.
Orang Batak Toba juga tidak mengenal suatu pusat pemerintahan. Tidak ada suatu pusat kerajaan bagi masyarakat toba. Masyarakat Batak Toba tidak mempunyai suatu raja yang menguasai beberapa daerah, seperti mataram, sriwijaya, majapahit dan sebagainya. Orang Batak Toba memiliki pemimpin mereka sendiri-sendiri dalam satu kampung. Setiap kampung adalah suatu kerajaan sendiri yang independent. Menurut Vergouwen, masyarakat Batak memang mempunyai kelompok kecil yang dinamakan sebagai kampung dan yang tertinggi yang dia sebut suku. Meskipun demikian dia juga tidak menyangkal bahwa kampung sebagai satu persekutuan masyarakat. Dengan kata lain, segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah sosial, politik, hukum, pertahanan dan keamanan berada dalam ruang lingkup kampung saja.

C. Mitos
Bungaran Antonius Simanjuntak, dalam bukunya yang berjudul, “Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba, hinggal 1945”, mengawali penjelasannya mengenai marga dengan sebuah cerita mitos yang berdar dalam masyarakat Batak Toba. Saya mengambil sepenuhnya cerita dalam mitos itu untuk bagian yang ketiga dari karya tulis saya ini. Saya mengambilnya karena menurut saya, cerita yang dituliskan oleh Bungaran Antonius Simanjuntak ini sangat padat dan cukup jelas. Jadi, saya memilihnya karena tidak ada versi lain.
Menurut cerita tentang asal-usul orang Batak dikatakan bahwa nenek moyang mereka adalah seorang putri surga bernama Siboru Deak Parujar, yang oleh Debata Mulajadi Nabolon dikawinkan dengan raja Odap-odap, juga berasal dari surga. Perkawinan mereka lahir sepasang anak kembar bernama Ihot Manisia dan Boru Ihot Manisia (perempuan). Kemudian keduanya menikah dan melahirkan tiga anak, yaitu raja Miok-miok, Patundal na Begu, dan Siaji lapas-lapas. Raja Miok-miol mempunyai anak bernama Eng Banua. Kedua saudara Raja Miok-miok tidak diketahui kabarnya oleh orang Batak. Eng Banua mempunyai tiga anak bernama Raja Bonang-bonang, Siraja Atseh, Si Raja Jau. Orang Batak keturunan Raja Bonang-bonang, kedua saudaranya juga tidak diketahui kemudian. Kemungkinan dari nama tersebut Si Raja Atseh menurunkan orang Aceh dan Si Raja Jau menurunkan orang Minangkabau atau orang Jawa (orang Batak sering menamakan orang Jawa dengan lafal jau). Hal ini tidak jelas sampai sekarang.
Di dalam mitos disebutkan bahwa Si Raja Bonang-bonang hanya punya satu anak bernama Guru Tantan Debata, yang anaknya bernama Si Raja Batak. Lalu, anak Si Raja Batak ada dua yaitu Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon. Dari kedua orang ini berkembang marga-marga yang terdapat di tengah-tengah masyarakat Batak. Dari keturunan Guru Tatea Bulan muncul marga-marga Lontung dan dari Raja Isumbaon muncul kelompok marga-marga Sumba. Kedua kelompok ini merupakan induk marga-marga Batak. Dengan adanya kedua kedua kelompok marga tersebut maka terlihat bahwa pembagian marga-marga Batak dipisahkan oleh adanya mitos tersebut.
Saya berharap mitos di atas dapat menunjukkan bahwa orang Batak Toba juga mempunyai tradisi yang cukup kuno mengenai asal mula keberadaan mereka. Tradisi ini dipengang teguh oleh semua masyarakat Batak Toba sampai sekarang. Bahkan dalam acara adat dan perkenalan, cerita ini juga sering menjadi patokan setiap orang, terutama pada bagian terakhir. Bagian yang menyebapkan terbagi duanya kelompok marga orang Batak Toba.

D. Marga sebagai penentu Status dalam Masyarakat
Orang Batak adalah suku yang mempunyai keunikan sendiri dalam hal kekerabatan. Orang Batak sangat mudah dikenali dari namanya. Orang Batak selalu mengenakan nama keluarga di belakang namanya, yang sering disebut dengan “marga”.
Bahkan ada juga dalam “umpama” orang Batak yang mengatakan:
Jolo tinitip sanggar asa binahen huru-huruan
jolo sinukkun marga asa binoto partuturan
Umpama di atas mau mengatakan bahwa tatakrama perkenalan dalam budaya orang Batak bukan pertama-tama menanyakan nama tetapi dengan menanyakan marga terlebih dahulu. Marga menjadi suatu bagian penting dalam tatakrama perkenalan orang Batak.
Contohnya: Pada suatu ketika saya berjumpa dengan seseorang. Sebelum berkenalan dengannya, saya mendengar dia memakai bahasa Batak. Saya lalu bertanya kepadanya: “Horas lae, apa marga lae?” Lalu dia akan menjawab, “Situmorang lae. Dan lae?”
Saya akan menjawabnya, “Aku juga Situmorang. Berarti kita harus panggil apara”. Kemudian, perkenalan akan terus berlanjut hingga mengurut, keturunan Situmorang yang mana, keturunan keberapa dari Situmorang yang dimaksud, sampai kepada asal dari marganya.
Perkenalan ini akan terus berlanjut sampai semua silsilah Situmorang terungkap dan mereka menemukan titik temu nenek moyang mereka, tanpa saling tahu nama masing-masing. Mereka hanya menanyakan marga dan mereka dapat meletakkan posisi mereka sebagai apa dalam keturunan mereka dan dapat saling menyapa dengan akrabnya. Mereka mungkin masih tidak tahu nama masing-masing, tapi mereka yakin bahwa mereka adalah saudara. Mereka yakin bahwa posisi mereka dalam tatanan sosial adalah kakak, om, keponakan atau bahkan kakek atau cucu, walau nota bene umur mereka tidak jauh berbeda.
Dari contoh di atas, saya melihat bahwa fenomena ini sangat unik dan pantas diangkan menjadi suatu karya tulis mengenai filsafat budaya. Ini sangat unik karena mungkin hanya dimiliki oleh orang Batak saja.
Menurut kamus budaya Batak Toba, karangan M. A. Marbun dan I. M. T. Hutapea, marga adalah nama persekutuan dari orang-orang bersaudara, sedara, seketurunan menurut garis bapak, yang mempunyai tanah sebagai milik bersama di tanah asal atau tanah leluhur, yang sering disebut oleh orang Batak Toba sebagai “bona ni pasogit”. Bisa dikatakan bahwa marga adalah tanda ataupun salah satu petunjuk untuk menentukan garis keturunan dan menentukan hubungan kekeluargaan bagi orang-orang Batak Toba.
Marga juga bisa menjadi penentu kedudukan seseorang dalam pergaulan masyarakat Batak Toba. Seperti yang telah saya ceritakan dalam contoh di atas, marga sangat penting ketika hendak berkenalan. Dari sini, masing-masing orang akan mencoba mengurut garis keturunan mereka masing-masing sampai garis keturunan yang paling awal.
Orang-orang Batak Toba akan sangat mudah menentukan kedudukan mereka masing-masing setelah mengurut garis keturunan ini. Dari sini, setiap orang akan tahu apa hubungan mereka dengan orang lain, panggilan apa yang pantas mereka berikan kepada orang yang baru saja mereka kenal tersebut. Usia boleh sama, tetapi dalam pergaulan mereka harus kembali melihat posisi mereka melalui marga yang mereka sandang pada bagian belakang nama mereka. Setiap orang Batak tidak serta mereta bisa menganggap orang lain setara dengan mereka. Bisa saja mereka harus memanggil kakak, om, paman atau bahkan kakek kepada orang yang mungkin masih seusia dengan mereka.
Selain dari marga pihak laki-laki, penenentuan kedudukan melalui marga ini bisa juga ditentukan melalui pihak perempuan. Misalnya, dari istri masing-masing orang, istri kakak atau adik, atau suami saudari kita, dari ibu, atau bahkan dari nenek. Penentuan ini pun sangat dapat mempengaruhi posisi masing-masing orang dalam pergaulan mereka sehari-hari bahkan dalam acara adat.
Dengan demikian, marga bisa dikatakan sebagai penentu status sosial bagi masyarakat Batak. Peran marga sangat penting dalam hal ini. Ini menjadi suatu penanda dan menjadi identitas penting bagi masyarakat Batak pada umumnya dan Batak Toba khususnya.

E. Penutup
Kita telah melihat bahwa orang Batak pada umumnya dan orang Batak Toba pada khususnya, sangat memegang teguh tradisi penentuan garis keturunan melalui marga ini. Memang pada saat ini, kita tidak dapat memastikan bahwa marga itu sudah ada sejak jaman nenek moyang orang-orang Batak. Ini masih berupa mitos. Walaupun demikian, orang Batak percaya bahwa marga dapat menunjukkan kepada mereka siapa nenek moyang mereka dan dari mana mereka berasal.
Marga juga menjadi penentu status sosial bagi masing-masing orang Batak Toba. Orang Batak sangat memegang teguh peraturan ini. Ini tidak boleh dilanggar dan sudah menjadi seperti hukum bagi setiap orang Batak. Dalam perkenalan, setiap orang Batak wajib menanyakan marga terlebih dahulu. Marga adalah hal yang paling esensial untuk ditanyakan. Oleh sebab itu, orang Batak wajib mengetahui partuturan mereka.
Partuturan ini hanya dapat diketahui dari marga mereka masing-masing. Orang-orang Batak yang tidak mengetahui tentang marga yang mereka sandang di belakang nama mereka masing-masing akan dicap sebagai Batak nalilu . Seseorang yang mengaku diri orang Batak tetapi tidak tahu tentang marga mereka kadang dikucilkan dari kehidupan sosial. Maka sangat penting bagi setiap orang Batak untuk mengetahui garis keturunan mereka masing-masing. Jangan sampai dicap sebagai orang Batak nalilu. Orang Batak yang tida pantas disebut sebagai orang Batak.
Ini sebenarnya ironis. Bagaimana mungkin suatu yang sangat esensial dan penting seperti marga, tidak diketahui asal pastinya? Bagaimana mungkin sejarah awal mula itu hanya sebagat mitologi semata? Lalu, bagaimana orang Batak bisa mengatakan diri sebagai kelompok yang memiliki tradisi yang sangat kuat dan masih layak untuk dipertahankan sampai sekarang?
Walaupun demikian, ini adalah suatu keyakinan yang sudahsangat berakar dalam diri setiap orang Batak Toba. Ini tidak boleh lagi diganggu gugat. Tradisi ini sangat khas dan tidak dimiliki oleh orang lain atau dalam suku-suku lainnya di Indonesia. Maka, kita pun perlu menghargai dan mempertahankannya.








Daftar Pustaka
Simanjuntak Antonius Bungaran, Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba Hingga 1945, Yogyakarta: Obor, 2006,
Vergouwen C. J, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2004
Marbun A. M. dan I. M. T. Hutapea, Kamus Budaya Batak Toba, Jakarta: Balai Pustaka, 1987
http://id.wikipedia.org/wiki/Jumlah_pulau_di_Indonesia, browsing, (17 November, 07.45 WIB).

Selasa, 03 November 2009

Bayang-bayang Cinta

Cinta itu selalu membayangi aku. Aku ga tau apa yang harus kulakukan lagi untuk melupakannya. Aku sudah berusaha, tetapi dia selalu hadir dalam mimpiku dan dalam bayangku. Aku bingung dan Aku heran. Kadang aku bertanya, siapakah yang akan Tuhan berikan padaku.
Tuhan,tolonglah aku! jangan buat aku menderita sejauh ini. Aku ingin Tuhan bri yang terbaik buatku. Jika,Tuhan bri yang terbaik, aku akan jaga pemberian-Mu, Tuhan dengan segenap hatiku. Aku akan memberikan cintaku untuknya sampai seumur hidupku. Amin.